Jumat, 21 Mei 2010

Molto Matto; Why now??

Kami (Lissandre dan saya) sedang dalam posisi yang molto matto (very crazy) sewaktu ponsel saya yang siaga selama 24/7 mendadak berdering membuat kami bertatapan, Lissandre kontan memberi tanda 'jangan diangkat!' sedangkan saya serba salah lalu mengangguk dan membiarkan Lissandre meneruskan aktivitas yang matto itu. Tapi ponsel berdering terus, bikin saya mengumpat dalam hati, dalam posisi dikuasai Lissandre, tangan saya mencoba meraih ponsel siaaaaal! itu.

Rumahnya Mr. President yang menelepon.
Gila, jam berapa ini? Saya tahu persis Mr. President bukan tipe atasan yang suka merepotkan asistennya, selama beliau bisa menangani akan beliau tangani, sekian tahun bekerja sebagai tangan kanannya, mana pernah malam saya diganggu kalau bukan hal urgent semacam pabrik meledak dan hal lain sekelas itu tingkat kegentingannya. Jadi, ketika melihat telepon rumah beliau yang menelepon, kontan jantung saya melonjak, dan hasrat drop seketika. Tak tega pada Lissandre, saya membiarkan malaikat nakal itu meneruskan aktivitasnya. Sayangnya Lissandre benar-benar nakal malam itu, saya setengah mampus menjaga nada suara supaya jangan bergetar dan terdengar berwibawa sewaktu menyapa; "Selamat malam."
"Malam signor Moreno. Saya Connie, maaf mengganggu tapi sepertinya anda harus tahu, tadi signor jatuh, dan supir membawanya ke rumah sakit." Salah satu pembantu di rumah Mr. President nyerocos mengabarkan berita buruk, gila! Kenapa sekarang? Di saat saya lagi.......
"Jatuh??" tanya saya memastikan.
"Pingsan. Nyaris. Saya sempat memeganginya."
Entah karena kondisi saya saat itu atau otak saya memang cepat banget ngeres, jadi waktu Connie bilang 'saya sempat memeganginya', otak saya malah membayangkan Connie memegangi -tuuut..sensor- nya. Bersamaan dengan itu pula saya bereaksi menyingkirkan Lissandre, dan menuju lemari pakaian.
"Oh Dio... Andrez!" pekik Lissandre, saya heran bagaimana itu perempuan bisa menyebut 'Dio=Tuhan' saat sedang melakukan dosa.
"Rumah sakit mana?" saya sudah menyambar pakaian sekenanya dari lemari dan memakai dengan kalap, tentunya dibawah tatapan Lissandre yang tak sanggup saya balik menatapnya.
"San Pietro."
"Saya ke sana." sambungan saya matikan, lagian saya perlu dua tangan untuk memasang kancing kemeja.
"Andrez.... ini tengah malam, dan kita baru saja sempat ketemu." Lissandre merengek. Saya juga merengek dalam hati, yang tadi itu benar-benar sedang super hot.
"Lissandre, di kontrak kerja saya dengan manajer HRD, saya sepakat menyerahkan waktu saya 24 jam selama 7 hari untuk Mr. President."
"Dia meminta kamu datang??" suara Lissandre sudah naik beberapa oktaf.
"Tidak. Pembantunya cuma memberitahu, tapi etikanya..."
"Oh Dio, Andrez!! Persetan dengan etika! Bayangkan! Kita lagi bercinta, Andrezz!! Masak kamu mendadak pergi begitu saja??"
"Itu bisa dilanjutkan. Sampai nanti, sayang, cantik!"
Lissandre menolak saya cium, biarlah! Nanti juga ngambeknya reda. Tapi sewaktu saya memakai sepatu dia berteriak; "kalau aku mau melahirkan dan bersamaan itu dia mati, apa kamu pergi untuk datang ke dia?"
"Kalau dia mati berarti saya pengangguran. Tentu saya temani kamu."

Dasar... kenapa perempuan susah sekali memahami resiko pekerjaan pasangannya? Tak habis pikir saya... Mereka memburu pasangan yang ganteng, mapan dengan pekerjaan bagus di perusahaan ternama, tapi kalau mereka mendapati pasangannya lembur di saat weekend, atau haru mendadak pergi sewaktu lagi bercinta macam tadi... kenapa mereka marah?
Kalau mereka tak mau punya pasangan yang sibuk, pacari saja laki-laki dengan pekerjaan biasa, yang gajinya juga biasa. Tapi laki-laki jenis itu malah tak dilirik oleh mereka.

Jadilah kepala saya berdenyut, dan tentu 'anu' saya juga berdenyut sewaktu saya ngebut ke rumah sakit itu. Tak lupa saya kabari Mrs. Re bahwa beliau masuk rumah sakit. Reaksinya? Menulis begini di wallnya:

Beribadahlah seolah akan mati besok, bekerjalah seakan hidup selamanya. Bergaya hidup sehatlah agar hasil kerja tidak untuk dibawa ke rumah sakit. Bawalah dia ke panti asuhan atau BAZIS. Sampaikan pada orang terdekatmu.

Saya mencoba membujuk dan akal-akali perempuan satu ini, tapi gagal. Dia sekeras batu, kalau saja saya punya hammer (apa itu dalam bahasa Indonesia? saya lupa)..
Dan beginilah... pagi-pagi, di sudut cafetaria rumah sakit, saya mengetik ini. Selain itu saya juga mau menyampaikan:

Terima kasih untuk yang menyukai kisah hidup saya yang
weird ini.
Terima kasih untuk yg bilang posting saya
hilarious, funny.
Terima kasih yang sudah mau
follow saya.
Maaf tidak seperti blog teman-teman yang lain, berisi banyak ilmu yang berguna, blog saya cuma berisi kejadian sehari-hari. Tapi percayalah, di setiap posting saya sebenarnya ada paragraf yang saya ingin pembaca renungi. Sebenarnya ini bukan sekedar serita hidup seorang asisten Presiden yang playboy dan ngeres,
can you find out?


Happy Reading!
Thank you. Grazie. Terima kasih.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar