Kamis, 10 September 2009

Tentang Pria yang Totally Tidak Romantis

Aku tahu sepanjang hari kemarin Pak Adam resah sekali, tapi seperti selayaknya pria dewasa yang menjabat top management, Pak Adam menutupi semua perasaannya dan tak ada ekspresi yang muncul di wajahnya. Tapi aku, bertahun-tahun menjadi ajudannya, bisa merasakan energi resah hati beliau.

Sewaktu makan siang, Pak Adam beberapa kali memeriksa ponselnya, pasti yang ia cari bukan pesan atau panggilan masuk dari rekan perusahaan, komisaris, atau bawahannya. Pasti ia mencari-cari jejak Miss. Re di ponselnya. Dan aku yakin wanita itu sama sekali nggak meninggalkan satu 'jejak' pun agar Pak Adam menghubunginya. Efeknya, Pak Adam makan sedikit sekali, membuat aku malu untuk menghabiskan makan siangku. Jadilah, aku juga menemaninya 'tidak menghabiskan makan siang'.

Pak Adam bukan tipe presiden yang mau makan sendiri di meja. Ia mempersilakan aku 'ajudan'nya untuk makan satu meja dengannya. Bukan sekedar menghargai dan menghormatiku, tapi karena ia juga ingin mendengar laporan-laporanku mengenai satu hal atau agenda-agenda. Atau bahkan gosip-gosip perusahaan saingan. Sebagai tangan kanan presiden, aku up to date mengenai itu semua.

Sering juga kami makan siang bertiga dengan Lorene, sekretaris Pak Adam. Aku dan Lorene memang bersama Pak Adam sejak ia pertama kali menginjakan kaki di kota ini. Pria indonesia satu ini bukan cuma mencintai hanya satu wanita, tapi tak pernah mengganti sekretaris atau ajudannya. Kalau kinerja bagus dan ia menyukainya, Pak Adam tak akan mendepak orang-orang dekatnya.

2 hari ini, Lorene sudah memesan dua buket mawar beludru dari florist Indonesia untuk dikirim ke Miss. Re. Sudah mengirim 2 paket cokelat Paris yang paling enak. Juga sudah mengirim beberapa e-card permohonan maaf ke emailnya. Hehehehe..... Pak Adam masih belum kapok-kapok juga menyuruh sekretarisnya mengirimi pesan-pesan macam itu, yang harusnya dia lakukan sendiri.

Beberapa tahun lalu, ketika Miss Re marah besar dan sama sekali tidak dapat dihubungi, sementara Pak Adam luar biasa sibuk dan tak punya waktu untuk merayunya, saat itu kami kebetulan terbang ke Jakarta untuk serangkaian rapat akbar dan penandatanganan MoU baru dengan rekanan. Pak Adam menyuruh sekretaris Jakartanya yang... sebut saja namanya Vanessa karena ia mirip si Vanessa Hudgens penyanyi itu.

Vanessa memasang tampang putus asa karena Pak Adam terus memintanya menghubungi Miss. Re. Kali ini permasalahan antara mereka sangat genting. Aku mengira kali itu Pak Adam akan benar-benar kehilangan malaikat pujaannya. Aku pikir habislah kali ini riwayat percintaan mereka yang memang tak mulus. Saking takutnya kehilangan Miss. Re, Pak Adam sampai berkata pada Vanessa yang sudah bertahun-tahun menjadi sekretarisnya, mulai dari beliau masih menjadi General Manager; "Hubungi sampai tersambung, atau saya pecat!"
Aku terperangah, Vanessa pucat. Kami paham betul watak beliau, Pak Adam nyaris tidak pernah membesarkan volume suaranya, tidak pernah mengintimidasi karyawan. Beliau pasti benar-benar merasa terancam kali ini. Habis berkata itu beliau kembali ke ruangannya, mempersiapkan diri untuk bertemu klien besar yang sudah bersama kami bertahun-tahun lamanya. Aku dan Vanessa saling menatap sejenak, gadis itu mengeluarkan ponsel miliknya. "Mati gue nih...." desisnya sambil menekan-nekan keypad.
"SMS ibu?" tanyaku padanya. Vanessa menggigit bibir bawahnya sambil mengangguk. "Hmmm.... bu... tolong angkat telepon sebentar saja, atau saya dipecat bapak. Bagaimana?" tanya Vanessa minta pendapatku. Mau apa lagi? aku mengangguk.
Menit setelah SMS terkirim, Vanessa mengangkat gagang telepon di meja, menelepon lagi, dan.... Miss. Re menjawab panggilannya. Miss Re yang sebenarnya berhati sangat lembut itu cukup akrab dengan Vanessa bahkan pernah meminta Vanessa memanggil namanya tanpa embel-embel apapun.
"Bu, maafkan saya... bapak sangat perlu bicara dengan ibu. Sangat-sangat penting, bu. Tolonglah bu... atau saya dipecat." Cerocos Vanessa begitu mendengar suara Miss. Re. Aku senang sekali melihatnya berhasil. Kemudian dengan sumringah Vanessa berkata; "terima kasih banyak ya bu!!" lalu menyambungkan telepon ke ruangan Pak Adam. Tapi tak sampai semenit lampu pertanda Pak Adam sedang on line sudah mati. Lha? Aku membayangkan Miss. Re cuma berkata; 'aku sibuk, kita bicarakan saja lagi nanti dan jangan pecat Vanessa'. Kalimat itu hanya butuh beberapa detik untuk keluar dari mulut Miss Re.

Usai lampu tanda Pak Adam on line di pesawat telepon di atas meja Vanessa mati, Pak Adam keluar dari ruangan, mendekati meja Vanessa. Saat itu rombongan klien muncul, Pak Adam menyambut mereka dan mempersilakan masuk. sebelum ia masuk Pak Adam menghampiri meja Vanessa memberikan satu ponselnya yang berisi kartu provider Indonesia pada Vanessa, juga sebuah majalah yang ia temukan di meja kerja Vanessa dan selintas ia bolak-balik sambil menunggu meeting yang hampir di mulai tadi. "Kirim ini pada ibu," kata Pak Adam menunjuk satu halaman yang berisi aneka kartu, sms-sms dan gambar-gambar yang lucu untuk dikirim ke kerabat atau pasangan.

"Yang mana, pak?"
"Kamu lebih tahu." jawab Pak Adam menatap langsung mata sekretarisnya, Vanessa tersenyum sambil mengangguk-angguk. Jadilah selama Pak Adam meeting dengan klien Vanesaa berlagak menjadi Pak Adam, mengirimkan sms dan gambar-gambar lucu yang dipesannya dari penyedia konten itu yang beriklan di majalahnya. Miss Re pasti luluh hatinya. Sehingga pada saat aku harus menjemputnya untuk terbang ke kampung halaman Pak Adam untuk menengok ibunya Pak Adam yang sakit pastilah wajah Miss Re sudah sumringah.

Menjelang sore aku menjemputnya, tapi hati Miss Re rupanya belum luluh. saat serangkaian meeting sudah selesai dan Pak Adam muncul dari ruang meeting, Miss Re dengan jelas menolak kecupannya. kami lalu meninggalkan gedung kantor dan beranjak ke bandara Soekarno-Hatta dengan suasana senyap.

Di dalam pesawat Pak Adam dengan sabar mencoba membujuk malaikatnya, membisikkan sesuatu atau mencoba menggenggam tangannya, tapi dengan sadis Miss Re menolak. Aku melihat bossku sungguh nelangsa. Padahal sebagai lelaki aku bisa membayangkan betapa rindu dendam Pak Adam sudah sampai diubun-ubun setelah berbulan-bulan tidak menjumpai kekasihnya. Tentu ia sangat ingin memeluk, mencium dan menjamah tubuh moleknya.

Tak sampai dua jam kami sudah tiba di kampung halaman Pak Adam dan langsung menuju rumah sakit, Pak Adam terkejut bukan kepalang mendapati ibunya sedemikian parah. sebelumnya keluarga hanya mengabari bahwa ibunya sakit tanpa menceritakan bahwa kondisinya buruk. Suasana menjadi begitu berduka. Itu pertama kali aku melihat Miss. Re menangis. Aku melihatnya bak bidadari surga yang sedang berduka, sementara bossku menggenggam tangan ibunya dan membisiki sesuatu di telinga wanita tua itu.

"Bu..." terdengar suara Pak Adam memanggil ibunya pelan diantara isak tangis Miss Re. "Bu, ini Adam dan Re datang untuk ibu." Ucap si putera bungsu itu membujuk ibunya. "Bangun, bu. Ini Adam dan Re." Aku berdiri kaku di dekat pintu menyaksikan adegan ini. Menelan ludahku, teringat ibuku sendiri yang sudah lama tak kutengok.
"Saya akan lakukan apapun, yang ibu mau. Yang ibu minta, bu...." Mendengar itu aku mengerutkan kening, mengira bossku sudah tak waras. Mengabulkan apapun? Bah! Kalau ibunya menyuruhnya menikah? Dan sebagai ibu yang telah sukses membesarkan anak-anak berprestasi, ibunya hanya ingin melihat Pak Adam menikah. Tak ada lagi keinginan lain.
"Bu, bangunlah. Saya dan Re akan...." Pintu di sampingku membuka tanpa ketukan, aku terdorong pintu. Terkejut dan nyaris jatuh. Seorang kakek tua berjenggot putih lebat dan berperut buncit muncul dari balik pintu. Aku membukakan lebih lebar dan beliaupun masuk sambil memamerkan senyum tanda terima kasih padaku.
"..... kami akan.... akan menikah." mendengar kalimat Pak Adam itu aku dan si kakek tua sama-sama menoleh ke arah tempat tidur.
"Alhamdulillaaaah!!" ungkapan seorang muslim yang merasa bersyukur, tercetus keras dari mulut si kakek, mengejutkan kami semua bahkan termasuk aku yang berdiri di sebelahnya. Aku melihat Pak Adam terpana, apalagi Miss Re yang sepertinya sangat tak terima dengan kalimat Pak Adam tadi. Si kakek tua menghampiri ke dua cucunya.
"Jadi kalian akan segera menikah? Bunda Sofie pasti langsung sembuh." Kakek tua memeluk ke dua cucunya sekaligus. lalu sang cucu bergantian bersalaman padanya dengan hormat. Usai itu Miss Re meninggalkan mereka.
"Kakek naik apa ke sini?" tanya Pak Adam sambil memperhatikan Miss Re yang melangkah ke pintu, aku bergegas membukakan pintu untuknya.
"Kakek dari kemarin ada di sini." kata si kakek yang berbahagia sambil menepuk-nepuk bahu Pak Adam dengan bangga.
"Kek, saya mau keluar sebentar saja." Pamit Pak Adam lalu bergegas menuju pintu, dan aku membukakan pintu itu lagi. Pak Adam pasti mengejar Miss. Re.
"Kamu penjaganya Adam 'kan? Kenapa tidak ikuti dia?" kata si kakek masih menyeringai ramah. Aku membuka mulutku ingin menerangkan bahwa aku ajudan yang bertindak sebagai asisten pribadi, sama sekali bukan pengawal pribadi untuk melindungi Pak Adam dari penjahat. Lagian Pak Adam lebih bisa melindungi diri sendiri ketimbang aku.
"Ayo, lakukan tugasmu dengan baik, penjahat belakangan ini tidak perduli rumah sakit atau mall sekalipun. Ada kesempatan mereka menyerang." kata si kakek sambil mendorongku keluar. "Beritahu juga bahwa kakek mau istirahat dulu di rumah, akek sudah capek dari pagi di sini. Besok pagi kakek gantian lagi jaga di sini." Celoteh kakek saat mendorongku keluar.

Di luar ruangan aku melihat Pak Adam melangkah lebar-lebar mencari Miss Re. Aku tak mau mendekat. Jadi aku melenggang pelan sambil memperhatikannya dari jauh, mungkin ia akan perlu bantuanku.

Pak Adam menoleh ke sekeliling mencari sosok Miss Re. Kami tiba di food court, kulihat Pak Adam mendekati seorang wanita berkemeja putih. Itu pasti Miss Re. Aku berdiri, menyandar di railing memperhatikan bossku menghampiri wanita yang duduk membelakangi kami. Pak Adam langsung merengkuh bahunya sambil memberi kecupan. Gila! Dari tempatku berdiri, bersamaan dengan itu dari pintu masuk yang lain Miss Re muncul dan terbelalak melihat Pak Adam mendaratkan ciuman di pipi wanita itu.
Wanita yang dicium memekik terkejut, Miss Re meradang "Adam!" Aku menegakkan berdiriku, terkejut bukan kepalang. "Maaf, miss. Saya pikir anda tunangan sa... ya..." kata Pak Adam seraya menunjuk Miss Re yang sudah melalui mereka. Aku melihat wanita itu merona saat melihat pria yang menciumnya ternyata begitu menawan. "Maafkan dan permisi," kata Pak Adam langsung melesat ke arah wanitanya yang makin murka. Aku membiarkan Pak Adam melesat melewatiku, setelah beberapa detik dan aku yakin aku telah membuat jarak aku melenggang pelan ke arah mereka.

Dari kejauhan aku melihat Pak Adam sudah berhasil menjajari Miss. Re, ia meyakinkan wanita itu bahwa dirinya mengira wanita tadi adalah Miss Re. Miss Re dengan sadis melengos saja membuang muka. Aku berhenti di tempat karena mereka berdua berhenti di lorong sepi, Miss Re terlihat memuntahkan kata-kata dengan emosi meluap. Intinya ia tidak terima karena Pak Adam mengucapkan "kami akan menikah", apalagi kemudian kakeknya mendengar kalimat itu. Miss Re menuntut dengan kesal 'bagaimana ini?'
Pak Adam dengan serius menjawab, 'ya lakukan saja.' Itu membuat Miss Re melempar Pak Adam dengan tas tangannya lalu melangkah kesal. Pak Adam, dengan tas tangan wanita di kedua tangannya menggeleng-geleng menatap bidadari ngamuk itu menjauh lalu masuk ke ruangan bunda Sofie. Pak Adam mengeluarkan ponsel, menelepon, aku baru berani mendekatinya.
"Vaness, tolong kirimi lagi sms-sms yang tadi. Dengan ucapan maaf sebesar-besarnya."
"Ya pada ibu. Siapa lagi?" Pak Adam menutup sambungan dan mengantongi ponsel, menatapku. Aku menatapnya. "Kacau?" tanyaku sambil menahan senyum.
"Kacau balau."
"Hmm... tapi yang tadi cantik juga." ledekku mencoba meredakan ketegangan, Pak Adam tersenyum kecil, "pantas Re marah besar. Cantik ya yang tadi?" tanya Pak Adam padaku.
"Cantik!" jawabku meyakinkan. Kami lalu bersisian menuju ruang VVIP ibu Sofie.

Di ruang itu Miss Re sedang duduk di sebuah bangku kecil di sisi ranjang Ibu Sofie, membelai-belai telapak tangannya. Aku duduk di sebuah sofa, dan Pak Adam mengambil tempat di sofa panjang di sisi kananku, memainkan ponselnya. Membuat Miss Re mengira sms-sms manis yang masuk ke ponselnya datang dari jemari Pak Adam. Padahal si Adam itu mana bisa merayu dan menciptakan kata-kata manis atau gambar lucu.

Setelah beberapa kali memeriksa ponsel dan melihat pesan-pesan manis di ponselnya. Aku bisa pastikan ketegangan di wajah Miss Re mengendur, bahkan bisa kulihat sekilas senyuman manisnya yang ia sembunyikan. Vanessa hebat. Aku menyandarkan tubuh, Pak Adam juga. Sambil masih memainkan games di ponselnya ia menyandar santai.

Sepuluh menit tak terdengar lagi nada sms ponsel Miss Re. Rupanya Vanessa sudah berhenti menyerang ponsel Miss Re. Pak Adampun sudah menguap berkali-kali. Karena terlalu letih dan mengantuk, beliau tertidur. Aku pun sangat mengantuk.

Tiba-tiba, 5 menit kemudian. Saat aku hampir tertidur, terdengar lagi suara nada sms dari ponsel Miss Re. Aku terjaga dan melihat ke arah perempuan itu. Miss Re mengerutkan keningnya, melihat layar, lalu melihat Pak Adam yang terlelap. Jantungku berdetak kencang. Masalah lagi. Miss Re dengan gagah menghampiri Pak Adam.

"Signora, jangan..." cegahku saat Miss Re mengulurkan tangan ke arah bossku. Aku tahu ia akan mengamuk. Miss Re menampik tanganku, menatap tajam mataku seolah berkata 'jangan ikut campur', jadilah aku mengangkat tangan dan menjauh. Miss Re menyebut nama bossku lengkap-lengkap. Pertanda ia marah.

"Ya, dear?"
"Hebat ya, sambil tidur bisa kirim sms!" Miss Re menunjukkan layar ponselnya, Pak Adam terkesiap. Aduuuuh... Aku menepuk jidat! Salahku juga, harusnya aku berinisiatif memberi tahu Vanessa agar tidak lagi mengirim sms sebab Pak Adam tertidur.
"Oh... itu sms terakhir sebelum saya tertidur, dear. Mungkin providernya sangat sibuk tadi." Kilah Pak Adam. Aku meringis melihat Miss Re berdiri mendominasi, menjulang di depan Pak Adam yang duduk terintimidasi di sofa.
"Apa isinya?" tanya Miss Re dingin.
"Isinya..... ehm! gambar beruang dengan..."
"Salah!!" Mataku membulat saat Miss Re menyerbu Pak Adam, jantungku melonjak mengira akan melihat adegan panas. Tahunya Miss Re sedang mencoba merebut ponsel di balik jas Pak Adam.
"Re... Re.... sayang..." keluh Pak Adam mencoba mempertahankan ponselnya, tapi Miss Re berhasil merebut. Ia menggeleng-geleng mendapati ponsel itu berisi provider Italia, bukan dari ponsel yang mengiriminya sms-sms manis. Ia lalu menelepon sambil terus menatapi Pak Adam yang menangkup ke dua tangan di wajahnya.
"Vanessa! Ini bukan Pak Adam." kata Miss Re pastinya memotong celoteh Vanessa yang cerewet. Kubayangkan Vanessa di Jakarta pasti langsung gemetar dan serta merta meracau minta maaf.
"Ya sudah." kata Miss Re lalu menutup sambungan. Ia mengembalikan ponsel Pak Adam, mengambil tasnya lalu keluar. Pak Adam serta merta mengejar. Aku menunggu saja di ruangan ber AC itu. Lelah dengan pengejaran si James Bond satu ini. Lima belas menit kemudian bossku kembali tanpa bidadarinya. Ia langsung mengempaskan tubuh di sofa dan menutup matanya.

Dan hari ini, Pak Adam mengulangi tingkah yang sama; meminta sekretarisnya mengirimi permintaan maaf pada Miss Re yang murka. Aku heran.... apa dia nggak kapok? Tapi dia juga terlalu tidak mampu membujuk dan merayu wanita. Pak Adam totally tidak romantis, dan tidak punya waktu. Tapi cintanya serius hanya untuk satu wanita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar